Menulis Tanpa Pamrih
07 April 2015
6 Komentar
Selama saya menggeluti hobi menulis, tak jarang saya suka mentok untuk menulis saat saya sudah berada di depan laptop. Padahal sebelumnya saya sudah semangat karena mendapat ide bahan untuk menulis. Ujung-ujungnya, saya tidak jadi menulis. Saya hanya menulis judul tulisannya saja dan menyimpannya di draft.
Ada ide bagus untuk menulis tapi merasa buntu saat mau mengeksekusinya. Kenapa ya ?
Saya akhirnya mendapat jawabannya setelah membaca salah satu tulisan di kompasiana. Tulisan berjudul "Menulislah Supaya Kelihatan Keren" membahas kondisi sang penulis yang sama seperti yang saya rasakan.
Saya pun menyadari bahwa hal yang membuat saya merasa buntu ketika ingin menulis adalah karena saya berpamrih atas tulisan saya. Ya.. saya ingin mendapat imbalan dari tulisan saya. Imbalan yang saya maksud bukan saja dalam bentuk honor/hadiah. Tapi saya ingin tulisan saya terlihat bagus, banyak yang membaca, dan banyak yang mengomentari.
Nah karena hal itu, maka banyak kekhawatiran yang saya pikirkan. Saya berpikir, Apakah tulisan saya menarik sehingga membuat banyak orang yang mau membacanya ? Bagaimana saya menyusun kalimat-kalimatnya agar ide bagus yang saya miliki tertuang menjadi tulisan yang bagus pula ? Apakah susunan kalimatnya bisa dimengerti pembaca ? Apakah ada kalimat yang berulang-ulang ? Apakah urutan paragrafnya sudah benar ? Apakah kalimat antar paragraf sudah nyambung ? Apakah tanggapan pembaca positif atau negatif bila saya menulis tentang topik tersebut ?
Lebih parah lagi, saya juga merasa iri ketika melihat orang-orang berhasil menembus rubrik di berbagai media cetak berkali-kali. Saya berpikir "kapan ya saya bisa seperti mereka ? Tulisan mereka bagus-bagus, apakah tulisan saya layak untuk dimuat di media cetak ? Ah.. sepertinya tulisan saya masih kurang nih". Dengan pemikiran dan perasaan seperti itu saya menjadi minder dan mengurungkan niat menulis.
Ya.... dalam kata lain. Ketika saya mengalami hal tersebut, berarti saya belum berniat tulus/ikhlas dalam menulis. Ketika menulis dengan tulus dan tanpa pamrih, maka hal-hal yang dikhawatirkan tersebut tidak akan muncul. Kita akan lebih percaya diri untuk mempublikasikan tulisan ketika kita berpikir "yang penting nulis dulu". Tidak peduli bagaimana tanggapan dari pembaca. Tapi tetap harus memperhatikan hal-hal yang tidak boleh melanggar SARA atau UU ITE hehe.
referensi: http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2013/06/21/menulislah-supaya-kelihatan-keren-570993.html
Ada ide bagus untuk menulis tapi merasa buntu saat mau mengeksekusinya. Kenapa ya ?
Saya akhirnya mendapat jawabannya setelah membaca salah satu tulisan di kompasiana. Tulisan berjudul "Menulislah Supaya Kelihatan Keren" membahas kondisi sang penulis yang sama seperti yang saya rasakan.
Saya pun menyadari bahwa hal yang membuat saya merasa buntu ketika ingin menulis adalah karena saya berpamrih atas tulisan saya. Ya.. saya ingin mendapat imbalan dari tulisan saya. Imbalan yang saya maksud bukan saja dalam bentuk honor/hadiah. Tapi saya ingin tulisan saya terlihat bagus, banyak yang membaca, dan banyak yang mengomentari.
Nah karena hal itu, maka banyak kekhawatiran yang saya pikirkan. Saya berpikir, Apakah tulisan saya menarik sehingga membuat banyak orang yang mau membacanya ? Bagaimana saya menyusun kalimat-kalimatnya agar ide bagus yang saya miliki tertuang menjadi tulisan yang bagus pula ? Apakah susunan kalimatnya bisa dimengerti pembaca ? Apakah ada kalimat yang berulang-ulang ? Apakah urutan paragrafnya sudah benar ? Apakah kalimat antar paragraf sudah nyambung ? Apakah tanggapan pembaca positif atau negatif bila saya menulis tentang topik tersebut ?
Lebih parah lagi, saya juga merasa iri ketika melihat orang-orang berhasil menembus rubrik di berbagai media cetak berkali-kali. Saya berpikir "kapan ya saya bisa seperti mereka ? Tulisan mereka bagus-bagus, apakah tulisan saya layak untuk dimuat di media cetak ? Ah.. sepertinya tulisan saya masih kurang nih". Dengan pemikiran dan perasaan seperti itu saya menjadi minder dan mengurungkan niat menulis.
Ya.... dalam kata lain. Ketika saya mengalami hal tersebut, berarti saya belum berniat tulus/ikhlas dalam menulis. Ketika menulis dengan tulus dan tanpa pamrih, maka hal-hal yang dikhawatirkan tersebut tidak akan muncul. Kita akan lebih percaya diri untuk mempublikasikan tulisan ketika kita berpikir "yang penting nulis dulu". Tidak peduli bagaimana tanggapan dari pembaca. Tapi tetap harus memperhatikan hal-hal yang tidak boleh melanggar SARA atau UU ITE hehe.
referensi: http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2013/06/21/menulislah-supaya-kelihatan-keren-570993.html
Saya juga sering ngalamin begnian. Yang biasa saya lakukan ya melanjutkan. Perasaan mengharap pamrih itu sya rasa wajar bgt, sangat manusiawi. Caranya? Fokus! :)
BalasHapusbener nih. saya sering tiba2 bingung pas lg nulis padahal sebelumnya ide udah ada
BalasHapusgue juga pernah. entah kenapa iba-tiba error sendiri~
BalasHapusmain dan berkunjung kesini. yup. bener banget ya mas kayaknya emg harus seperti itu. kalo mau nulis mah nulis aja. jangan mikirin supaya bikin tulisan yang sempurna. salam kenal. ditunggu kunjungan di blog saya.
BalasHapusYang paling susah itu melakukan sesuatu dengan menghilangkan sikap berpamrih itu, Bri. Gue sampe sekarang juga masih. Apalagi kalo kegiatan yang kita lakuin itu udah jadi job. Mau ga mau harus mikirin untung juga. Itu yang susah, melakukan sesuatu dari dalam hati. :(
BalasHapusthanks
BalasHapus