Perpustakaan Tak Aktif, Pojok Baca Kelas pun Jadi.
20 Agustus 2016
13 Komentar
"Yah pak....!! baru juga baca sebentar !".
Teriakan kekecewaan yang terdengar menyenangkan bagi saya. Lho gimana sih ? Murid kecewa kok malah seneng ? Tidak. Saya tidak aneh kok hehe. Saya seneng karena berarti mereka benar-benar memiliki ketertarikan dan minat baca buku yang cukup tinggi. Kalo tidak tertarik, tentu mereka akan biasa saja ketika saya menghentikan waktu membaca. Saya sebenernya juga nggak rela membatasi kesempatan membaca mereka. Tapi kalo sudah saatnya pulang ya mau ga mau harus dihentikan.
Minat baca yang tinggi seperti itu harusnya tidak hanya berlaku pada anak SD saja tapi juga kalangan remaja dan orang dewasa. Saya sebagai penyuka buku, cukup gregetan ketika bertahun-tahun fakta yang selalu beredar adalah minat baca orang Indonesia rendah. Maka saya ingin sekali menularkan virus minat baca ke orang lain. Tapi kalo kepada teman-teman sebaya sepertinya sulit. Karena mereka sepertinya sudah punya ketertarikan lain dibanding membaca.
Nah..... Profesi saya sebagai guru sangat strategis untuk mendorong minat baca anak-anak. Dengan wewenang yang saya miliki sebagai guru, saya bisa mengarahkan kegiatan yang mendorong kebiasaan membaca.
Ketika mengawali kiprah di sebuah SDN di Jakarta Pusat, saya cukup prihatin dengan perpustakaannya. Jumlah bukunya sih cukup memadai. Namun luas ruangannya kurang ideal dan ternyata tidak ada petugas perpusnya. Aktivitas literasi pun menjadi tak terlihat. Kalau seperti itu kondisinya akan sulit mengarahkan siswa agar terbiasa membaca.
Maka saya berpikir, bagaimana caranya agar budaya membaca tetap terwujud. Akhirnya saya memulainya dari kelas saya dahulu. Saat itu saya mengajar kelas 2. Saya coba bawa beberapa buku dari perpustakaan ke kelas. Setelah saya perhatikan, ternyata murid-murid tersebut punya minat baca yang tinggi. Terbukti mereka antusias ketika saya persilahkan baca buku.
Namun kebiasaan membaca belum berjalan ideal. Waktu belajar yang pendek tidak memungkinkan menyelipkan waktu khusus untuk membaca di setiap hari. Maka saya hanya menjadwalkan waktu membaca setiap hari Selasa, menjelang pulang sekolah. Penempatan buku-buku pun hanya ditumpuk saja. Saya sebenernya juga ingin menata buku-buku itu, agar di kelas terdapat pojok baca yang permanen. Tapi keterbatasan tempat, membuatnya tidak memungkinkan.
Saya juga cukup sulit menemukan buku dari perpus yang benar-benar pas untuk murid. Ada yang terlalu banyak tulisan dan tidak berwarna, ada yang kontennya terlalu berat untuk anak. Sebagian anak pun jadinya hanya membuka-buka halaman sebentar lalu mengembalikannya lagi. Akhirnya saya membelikan 6 buku cerita, kebetulan ada cuci gudang buku anak di gramedia pondok gede hehehe. Memang hanya sedikit sih tapi, setidaknya buku yang benar-benar dibaca murid bertambah.
Nah.... sekarang ini barulah kebiasaan membaca di kelas saya berjalan cukup ideal. Kini saya mengajar kelas 3. Di belakang kelas terdapat meja besar yang memungkinkan untuk meletakkan buku lebih leluasa, sehingga terwujudlah pojok baca di kelas. Frekuensi kesempatan membaca pun menjadi setiap hari. Sistem yang diterapkan adalah siswa yang sudah selesai mengerjakan soal latihan boleh baca buku. Melihat antusiasme yang begitu tinggi saya juga semangat untuk membeli buku lagi dan meminjam dari perpus gereja hehe.
Perpus gereja sudah vakum dan buku-bukunya terbengkalai. Sayang kan. Ya sudah mending saya pinjam saja untuk murid saya hehehe. Kini terdapat 48 buku dan semuanya sudah sesuai dan menarik untuk anak.
Walaupun kegiatan membaca ini sudah berlangsung berminggu-minggu, antusiasme mereka tak surut. Bahkan ketika saya lupa mempersilakan mereka baca buku, salah satu murid bertanya:
"Pak boleh baca buku nggak ?"
Kebiasaan membaca yang telah berjalan itu, mulai memperlihatkan hasilnya. Saat itu pelajaran bahasa Indonesia membahas tentang watak tokoh dalam sebuah cerita. Saya pun mengambil secara random salah satu buku cerita sebagai bahan untuk membahas watak tokoh bersama murid. Tak disangka, banyak diantara mereka yang menanggapinya dengan menyebutkan tokoh-tokoh dan jalan ceritanya. Gurunya saja belum tau isi ceritanya hahaha. Itu membuktikan bahwa saat diberikan kesempatan membaca, mereka benar-benar membacanya hingga ceritanya pun masih melekat diingatannya. Sungguh momen yang menyenangkan. Saya dan murid seperti anggota klub buku yang sedang membedah sebuah buku.
Jadi.... sebenarnya minat baca orang Indonesia bisa saja tinggi jika sejak dini telah difasilitasi buku yang memadai. Dari kebiasaan membaca sejak dini, diharapkan minat baca tetap terjaga sampai dewasa nanti.
Tulisan ini merupakan salah satu tulisan yang terdapat pada buku Aksi Literasi Guru Masa Kini. Simak kisah lainnya di buku ini terkait membangkitkan literasi di sekolah. Awalnya siswa sama sekali tidak menyentuh buku (non pelajaran), hingga akhirnya mereka dekat dengan buku.
salut atas usaha dikau mas, smoga anak2 kelas 3 mnjadi semangat dan makin suka membaca, amin
BalasHapusIya amin mba. Memang itu harapannya, supaya mereka makin suka baca. Terima kasih sudah mampir :)
HapusSangat menginspirasi mas.. semoga dpt saya terapkan
HapusSangat menginspirasi mas.. semoga dpt saya terapkan
HapusWuahh mantaapz
HapusSalam hormat dan salut... smga bisa menginspirasi yg lain..
BalasHapusSalam hangat.... Iya semoga di tempat lain juga makin banyak gerakan membaca buku
Hapuskeren y idenya semoga bisa menular idenya ke yang lain. menumbuhkan minat baca yang semakin merosot :)
BalasHapusHehe terima kasih :) Iya semoga yang lain juga ketularan hehe
HapusKeren Pak Brian.... bisa dicontoh nih (di ATM)
BalasHapusMantap Mas Brian, langkah yang sangat berarti bagi GLS...
BalasHapusIde cemerlang,,,mau diterapkan disekolah saya,,, mudah-mudahan , bulan Januari sudah bisa tatap muka dengan siswa,,udah kangen
BalasHapusSenang kalau lihat anak berbinar pada buku. Salut sudah memulainya, Pak Brian.
BalasHapus